animasi

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sabtu, 04 Maret 2017

Cara Menahan Amarah



 Keutamaan Menahan Amarah

    BERIKUT ADA EMPAT CARA MENAHAN AMARAH

        1. Membaca ta’awwudz
        2. Diam
        3. Duduk atau berbaring
        4. Berwudhu

Cara Menahan Amarah


1. Membaca ta’awwudz

Ketika rasa amarah dan emosi merasuk ke dalam diri seseorang maka hendaknya dia membaca ta’awwudz (أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ), hal inilah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Dikisahkan dalam sebuah Hadits, bahwa ketika Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang marah besar, beliauﷺ  bersabda:

إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Sesungguhnya saya mengetahui sebuah kalimat yang seandainya seorang yang sedang marah mengucapkannya maka sungguh marahnya tersebut akan hilang, yaitu hendaknya (ketika sedang marah) dia mengucapkan 
 (أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ).” (HR. Bukhari: 3282)

2. Diam

Seorang yang sedang marah hendaknya diam (tidak bicara) agar dia terhindar dari perkataan-perkataan yang bisa merusak agamanya, baik itu berupa celaan, umpatan, hinaan, atau perkataan-perkataan keji lainnya. Dan jika hal ini sudah terlanjur keluar dari lisannya, maka akan timbul penyesalan dalam dirinya di kemudian hari.

Rasulullah bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

“Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam.” (HR. Ahmad: 1/239 dan al-Bukhari dalam al-‘Adabul Mufrad: 245, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1375.)

3. Duduk atau berbaring

Jika posisi orang yang sedang marah itu berdiri maka hendaknya dia bersegera untuk duduk, dan jika dia dalam keadaan duduk maka hendaknya ia berbaring. Dan hal ini tentunya akan mengubah kondisi perasaannya (yang tadinya marah akan menjadi lebih tenang). Hal ini jugalah yang diajarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

“Jika salah satu dari kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri maka duduklah, niscaya marahnya tersebut akan hilang, jika (rasa marahnya) belum hilang juga maka berbaringlah.” (HR. Abu Dawud: 4782)

4. Berwudhu

Jika hal-hal di atas belum juga mengobati rasa marahnya, maka hendaknya ia pergi untuk berwudhu, karena ketika dia menyibukkan dirinya dengan wudhu, dia akan melupakan rasa marahnya tersebut. Selain itu, wudhu juga bisa memadamkan rasa amarah yang sedang berkobar pada diri seseorang.

Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ،وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ،وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ،فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air, maka jika salah satu dari kalian marah bersegeralah untuk berwudhu.” (HR. Abu Dawud: 4784)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa untuk menghilangkan rasa marah tidaklah sebatas pada cara-cara di atas. Seorang yang sedang marah juga bisa menghilangkan rasa marahnya tersebut dengan meninggalkan tempat di mana dia sedang marah, dan kebanyakan orang biasanya melakukan hal ini. Misalnya, ketika seseorang sedang marah sedangkan dia ada di dalam rumah, maka hendaknya dia bersegera keluar dari rumah tersebut agar dia bisa menghindari perkataan-perkataan keji yang bisa muncul setelahnya. (Syarh Arba’in an-Nawawi, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Daar ats-Tsuraya, ‘Unaizah, 1425 H, penjelasan Hadits yang ke-16, hal 208)

Nabi Muhammad sebagai manusia yang paling mulia akhlaknya di muka bumi ini pun terkadang bisa marah, dalam sebuah Hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَرْضَى كَمَا يَرْضَى الْبَشَرُ وَأَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ الْبَشَرُ

“Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.” (HR. Muslim: 6627)

Namun demikian, Nabi Muhammad adalah orang yang paling bisa menahan amarah dan hawa nafsunya. Beliau tidaklah akan marah dalam masalah-masalah yang menyangkut urusan pribadi beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya akan marah apabila aturan-aturan agama Allah Ta’ala dilanggar. 

Kita telah mengetahui bersama, bagaimana dahulu perlakuan kasar orang-orang kafir Quraisy kepada beliau ketika beliau mendakwahi mereka. Sebagian mereka tidak segan-segan untuk mencela, menghina, bahkan melempari beliau dengan batu dan kotoran. Namun demikian, beliau tetap saja bersabar dan bisa menahan amarahnya. Inilah salah satu akhlak mulia Rasullullah yang sepantasnya kita teladani.

Dahulu, Nabi senantiasa menasihatkan para Sahabatnya agar mereka bisa menahan amarah, karena menahan amarah merupakan salah satu kunci kebaikan. Diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabiberkata:

أَوْصِنِيْ، قَالَ: لَا تَغْضَبْ، فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لَا تَغْضَبْ

““Berilah saya nasihat.” Beliau bersabda, ”Jangan marah.” Lalu Sahabat tersebut terus mengulang-ulang permintaanya tersebut, namun Rasulullah tetap menjawab, “Jangan marah.”” (HR. Bukhari: 6116)

Sebagian Ulama menjelaskan bahwa di dalam Hadits ini Rasulullah tidaklah melarang seseorang memiliki rasa marah, karena rasa marah itu merupakan salah satu tabiat manusia yang pasti ada. Dan dia tidak mungkin menolak rasa marah yang ada pada dirinya ini. Akan tetapi yang dimaksud Rasulullah dengan perkataannya “لَا تَغْضَبْ” adalah kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah.
SEMOGA BERMANFAAT

MANFAAT BERTEMAN ORANG SHLIH



KEUTAMAAN BERTEMAN ORANG SHALIH  

  Dalam sebuah hadits Rasululah menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan : “Hadits di ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bari 4/324)

  ADA 3 POIN MANFAAT BERTEMAN DENGAN ORANG SHALIH

1-   Dia akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga saat terjatuh dalam kesalahan.

2-   Dia akan mendoakan kita dalam kebaikan.

3-   Teman dekat yang baik akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.


Yang menjadi dalil teman shalih akan selalu mendukung kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita dari kesalahan, lihat kisah persaudaraan Salman dan Abu Darda’ berikut.

Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”

Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.

Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“

Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).


2- Dia akan mendoakan kita dalam kebaikan.

Dari Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan –istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’-, beliau mengatakan,

“Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummu Ad-Darda’ (ibu mertua Shafwan, pen) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abu Ad-Darda’ (bapak mertua Shafwan, pen). Ummu Ad-Darda’ berkata, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shafwan) berkata, “Iya.”

Ummu Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu do’akanlah kebaikan pada kami karena Nabi pernah bersabda,”

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”

Shafwan pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi .” (HR. Muslim, no. 2733)

Saat kita tasyahud, kita seringkali membaca bacaan berikut,

السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

“Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ‘ibadillahish shalihiin (artinya: salam untuk kami dan juga untuk hamba Allah yang shalih).”

Disebutkan dalam lanjutan hadits,

فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ

“Jika kalian mengucapkan seperti itu, maka doa tadi akan tertuju pada setiap hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi.” (HR. Bukhari, no. 831 dan Muslim, no. 402).

Shalihin adalah bentuk plural dari shalih. Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti,

الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته

“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” (Fath Al-Bari, 2: 314).


3- Teman dekat yang baik akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قِيلَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ قَالَ « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

“Ada yang berkata pada Nabi , ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR.Bukhari,:6170; Muslim,:2640)

Malik bin Dinar rahimahullah berkata :

“Bergaullah dengan orang-orang yang baik, niscaya engkau akan menjadi seorang yang selamat”

“(Namun) cobalah sehari saja engkau bergaul dengan orang-orang yang jelek, maka niscaya engkau akan menyesal (selamanya).”

SEMOGA BERMANFAAT