Keutamaan Menahan Amarah
BERIKUT ADA EMPAT CARA MENAHAN AMARAH
1. Membaca ta’awwudz
2. Diam
3. Duduk atau berbaring
4. Berwudhu
Cara Menahan Amarah
1.
Membaca ta’awwudz
Ketika rasa amarah dan emosi
merasuk ke dalam diri seseorang maka hendaknya dia membaca ta’awwudz (أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ), hal inilah yang diajarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Dikisahkan dalam sebuah Hadits,
bahwa ketika Rasulullah ﷺ melihat seorang laki-laki
sedang marah besar, beliauﷺ bersabda:
إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ،
لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Sesungguhnya saya mengetahui
sebuah kalimat yang seandainya seorang yang sedang marah mengucapkannya maka
sungguh marahnya tersebut akan hilang, yaitu hendaknya (ketika sedang marah)
dia mengucapkan
(أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ).” (HR. Bukhari: 3282)
(أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ).” (HR. Bukhari: 3282)
2. Diam
Seorang yang sedang marah
hendaknya diam (tidak bicara) agar dia terhindar dari perkataan-perkataan yang
bisa merusak agamanya, baik itu berupa celaan, umpatan, hinaan, atau
perkataan-perkataan keji lainnya. Dan jika hal ini sudah terlanjur keluar dari
lisannya, maka akan timbul penyesalan dalam dirinya di kemudian hari.
Rasulullahﷺ bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika salah seorang dari kalian
marah maka hendaknya dia diam.” (HR. Ahmad: 1/239 dan al-Bukhari dalam
al-‘Adabul Mufrad: 245, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 1375.)
3. Duduk
atau berbaring
Jika posisi orang yang sedang
marah itu berdiri maka hendaknya dia bersegera untuk duduk, dan jika dia dalam
keadaan duduk maka hendaknya ia berbaring. Dan hal ini tentunya akan mengubah
kondisi perasaannya (yang tadinya marah akan menjadi lebih tenang). Hal ini
jugalah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dalam
sabdanya:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ
الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
“Jika salah satu dari kalian
marah dan dia dalam keadaan berdiri maka duduklah, niscaya marahnya tersebut
akan hilang, jika (rasa marahnya) belum hilang juga maka berbaringlah.” (HR.
Abu Dawud: 4782)
4.
Berwudhu
Jika hal-hal di atas belum juga
mengobati rasa marahnya, maka hendaknya ia pergi untuk berwudhu, karena ketika
dia menyibukkan dirinya dengan wudhu, dia akan melupakan rasa marahnya
tersebut. Selain itu, wudhu juga bisa memadamkan rasa amarah yang sedang
berkobar pada diri seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ،وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ،وَإِنَّمَا
تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ،فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari
setan, dan setan diciptakan dari api, dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan
dengan air, maka jika salah satu dari kalian marah bersegeralah untuk
berwudhu.” (HR. Abu Dawud: 4784)
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa untuk menghilangkan rasa marah
tidaklah sebatas pada cara-cara di atas. Seorang yang sedang marah juga bisa
menghilangkan rasa marahnya tersebut dengan meninggalkan tempat di mana dia
sedang marah, dan kebanyakan orang biasanya melakukan hal ini. Misalnya, ketika
seseorang sedang marah sedangkan dia ada di dalam rumah, maka hendaknya dia bersegera
keluar dari rumah tersebut agar dia bisa menghindari perkataan-perkataan keji
yang bisa muncul setelahnya. (Syarh Arba’in an-Nawawi, karya Syaikh Muhammad
bin Shalih al-‘Utsaimin, Daar ats-Tsuraya, ‘Unaizah, 1425 H, penjelasan Hadits
yang ke-16, hal 208)
Nabi Muhammad ﷺ
sebagai manusia yang paling mulia akhlaknya di muka bumi ini pun terkadang bisa
marah, dalam sebuah Hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَرْضَى كَمَا يَرْضَى الْبَشَرُ وَأَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ
الْبَشَرُ
“Aku ini hanya manusia biasa,
aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana
manusia marah.” (HR. Muslim: 6627)
Namun demikian, Nabi Muhammad ﷺ
adalah orang yang paling bisa menahan amarah dan hawa nafsunya. Beliau ﷺ tidaklah akan marah dalam masalah-masalah yang
menyangkut urusan pribadi beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya
akan marah apabila aturan-aturan agama Allah Ta’ala dilanggar.
Kita telah
mengetahui bersama, bagaimana dahulu perlakuan kasar orang-orang kafir Quraisy
kepada beliau ﷺ ketika beliau mendakwahi mereka.
Sebagian mereka tidak segan-segan untuk mencela, menghina, bahkan melempari
beliau dengan batu dan kotoran. Namun demikian, beliau ﷺ tetap saja bersabar dan bisa menahan amarahnya. Inilah salah satu akhlak
mulia Rasullullah ﷺ yang sepantasnya kita teladani.
Dahulu, Nabi ﷺ
senantiasa menasihatkan para Sahabatnya agar mereka bisa menahan amarah, karena
menahan amarah merupakan salah satu kunci kebaikan. Diriwayatkan dari Sahabat
Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki yang datang
kepada Nabi ﷺ berkata:
أَوْصِنِيْ، قَالَ: لَا تَغْضَبْ، فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لَا تَغْضَبْ
““Berilah saya nasihat.” Beliau ﷺ
bersabda, ”Jangan marah.” Lalu Sahabat tersebut terus mengulang-ulang
permintaanya tersebut, namun Rasulullah ﷺ tetap
menjawab, “Jangan marah.”” (HR. Bukhari: 6116)
Sebagian Ulama menjelaskan bahwa
di dalam Hadits ini Rasulullah ﷺ
tidaklah melarang seseorang memiliki rasa marah, karena rasa marah itu
merupakan salah satu tabiat manusia yang pasti ada. Dan dia tidak mungkin
menolak rasa marah yang ada pada dirinya ini. Akan tetapi yang dimaksud
Rasulullah ﷺ dengan perkataannya “لَا تَغْضَبْ” adalah kuasailah dirimu ketika muncul
rasa marah.
SEMOGA BERMANFAAT