animasi

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Rabu, 23 Agustus 2017

Kisah Pertanyaan Putri Imam Ahmad terhadap Imam Syafi'i

Kisah Pertanyaan Putri Imam Ahmad terhadap Imam Syafi'i
Dikisahkan bahwasanya imam Syafi’i suatu hari menziarahi imam Ahmad bin Hanbal di rumahnya, beliau berdua makan malam bersama, kemudian imam Syafi’i tidur di kamar yang sudah disiapkan.

Di pagi harinya putri imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya, “ Wahai ayah, mohon maaf, apa beliau itu imam Syafi’i yang ayah sering memujinya ? “, imam Ahmad menjawab, “ betul wahai putriku, ada apa ? “. “ Maaf ayah, aku perhatikan darinya tiga perkara, pertama saat kami hidangkan makan malam, beliau makan sangat banyak sekali. Ketika beliau masuk kamar, beliau tidak bangun lagi untuk bangun malam. Ketika subuh tiba, beliau tidak wudhu untuk sholat dan langsung sholat tanpa berwudhu dulu “.

Maka imam Ahmad mengutarakan tiga hal itu kepada imam Syafi’i dan didengarkan juga oleh putri imam Ahmad. Maka imam Syafi’i menjawab :

“ wahai Ahmad, aku makan banyak karena aku tahu makananmu dari yang halal, dan engkau adalah orang yang dermawan, sedangkan makanan orang yang dermawan adalah obat dan makanan orang pelit adalah penyakit, maka aku makan bukanlah untuk kenyang, tapi untuk berobat dengan perantara makananmu itu. Dan semalam akuk tidak bangun malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku untuk tidur, tampaklah di hadapanku lembaran-lembaran al-Quran dan Sunnah (maksudnya secara hafalan, red) maka aku dianugerahi oleh Allah dapat menyelesaikan masalah sebanyak 72 masalah dalam ilmu fiqih yang aku berharap dapat membawa manfaat untuk kaum muslimin, maka aku tidak ada kesempatan untuk sholat malam. Adapun aku tidak berwudhu dulu untuk sholat subuh berjama’ah, maka sungguh kedua mataku tadi malam sama sekali tidak tidur, semalaman penuh aku terjaga, maka aku sholat subuh dengan kalian masih menggunakan wudhu isya’ “. ( kitab, Aniisul Mukminin : 80)

Kisah Imam Ahmad dan Istighfar Penjual Roti

Kisah Imam Ahmad dan Istighfar Penjual Roti

Imam Ahmad bin Hanbal ra (murid Imam Syafi'i) dikenal juga sebagai Imam Hanbali. dimasa akhir hidup beliau bercerita, "satu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tau kenapa ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak,".

Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah. Beliau bercerita "saat tiba disana waktu Isya', saya ikut shalat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat". Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid, tiba-tiba marbot masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya "kenapa syaikh, mau ngapain disini?". (kata "syaikh" bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua).

Marbot tidak tau kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat shalih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, cuma namanya sudah terkenal. Kata imam Ahmad "saya ingin istirahat, saya musafir". Kata marbot, "tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid. Imam Ahmad melanjutkan bercerita "saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid.

Lalu saya ingin tidur di teras masjid." Ketika sudah berbaring di teras masjid marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. "Mau ngapain lagi syaikh?" Kata marbot. "Mau tidur, saya musafir" kata imam Ahmad. Lalu marbot berkata, "di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh". Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita " saya didorong-dorong sampai jalanan". Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi. Saat imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh "mari syaikh, anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil".

Kata imam Ahmad "baik". Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir). Penjual roti ini punya perilaku tersendiri, kalau imam Ahmad ngajak ngomong, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, Astaghfirullah. Saat meletakkan garam astaghfirullah, memecahkan telur astaghfirullah, mencampur gandum astaghfirullah. Selalu mengucap istighfar.

Imam Ahmad memperhatikan terus. Lalu imam Ahmad bertanya "sudah berapa lama kamu lakukan ini?". Orang itu menjawab "sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan". Imam Ahmad bertanya : "apa hasil dari perbuatanmu ini?", orang itu menjawab "(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang saya minta ya Allah...., langsung diterima". (memang Nabi saw pernah bersabda :"siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya). Lalu orang itu melanjutkan "semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan".

Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya "apa itu?". Kata orang itu "saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad". seketika itu juga imam Ahmad bertakbir, "Allahuakbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu"..(penjual roti terperanjat, memuji Allah, ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad).

Sumber : manakib imam Ahmad

Dua Hasad Yang Di Bolehkan

Hanya Boleh Hasad pada Dua Orang
Dengki atau hasad –istilah

yang hampir sama- berarti menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Kata Ibnu Taimiyah, “Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” (Amrodhul Qulub wa Syifauha, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 31, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1424 H)

Hasad seperti inilah yang tercela. Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut oleh para ulama dengan ghibthoh. Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Bagaimanakah bentuk ghibtoh atau iri yang dibolehkan? Simak dalam tulisan sederhana berikut ini.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.”
( HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)

Faedah hadits diatas :

( 1 )  Mulianya mempelajari ilmu syar’i (ilmu agama), menempuh berbagai cara untuk memahaminya, juga keutamaan mengajarkannya pada orang lain dalam rangka mengharapkan wajah Allah. Inilah yang menyebabkan seseorang boleh iri (ghibtoh) padanya, artinya ingin seperti itu.

( 2 ) Keutamaan berinfak dari usaha yang halal pada berbagai jalan kebaikan. Contohnya di sini adalah infak untuk pembangunan masjid, madrasah, pencetakan kitab ilmu (seperti kitab tauhid, fiqh, tafsir, dan bantahan untuk hali bid’ah, kitab bahasa Arab), dan jalan kebaikan lainnya.

(3)  Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan pada yang lain. Sedangkan ilmu yang hanya dipelajari saja tanpa diamalkan adalah ilmu yang hanya jadi petaka untuknya, wal ‘iyadzu billah.

( 4 )Harta yang bermanfaat bagi pemiliknya adalah harta yang diperoleh dengan jalan yang halal, lalu disalurkan pada nafkahh yang wajib untuk diri dan keluarga secara ma’ruf (wajar). Harta itu pun disalurkan untuk zakat yang wajib dan sedekah kepada fakir miskin, juga disalurkan untuk menyambung hubungan kerabat.