animasi

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Rabu, 29 Juli 2015

Ikhlas dan niat



Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdur Rahman bin Shakhr ra.berkata , “Rasulullah saw.bersabda, ’ sesungguhnya Allah swt. itu tidak memandang tubuh kalian,tidak pulah memandang bentuk rupamu,tetapi Allah memandag hati kalian’.” ( Riawayat Muslim)  .
 Hadits ini senada dengan dengan kandungan firman Allah Ta’ala:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling takwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujuraat : 13)

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat fisik para hamba-Nya, besar atau kecil, sehat atau sakit, sebagaimana juga tidak melihat rupa mereka apakah baik bagus ataupun buruk. Allah juga tidak melihat nasab mereka, tinggi maupun rendah, Allah juga tidak melihat harta-harta mereka. Allah Subhanau wa Ta’ala tidak melihat itu semua, karena semua itu tidak berarti disisi Allah.

Tidak ada hubungan antara Allah Subhanahu wa Ta’ala dan makhluk-Nya, kecuali hanyalah takwa, maka barang siapa yang bertakwa kepada Allah, dia lebih dekat kepada Allah dan lebih mulia disisi-Nya. Karena itu, janganlah kamu menyombongkan hartamu, kecantikanmu, jasadmu anak-anakmu, istanamu, mobilmu, dan apapun yang didunia ini. Saat kamu mendapat taufiq dari Allah menjadi orang yang bertakwa, maka hal itu merupakan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu. Maka hendaknya kamu bersyukur kepada Allah atas karunia tersebut.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya amalan itu pasti disertai niat yang bersumber dari hati. Berapa banyak orang yang pada lahirnya sehat, baik dan shalih, akan tetapi manakala berdiri diatas sesuatu yang rusak dia akan menjadi hancur pula.

Yang menjadi tolak ukur adalah niat. Kamu mendapati dua orang yang shalat dalam satu shaf, mengikuti satu imam, namun nilai shalat mereka berbeda jauh bak timur dan barat, karena hati mereka berbeda. Salah satu dari mereka berdua, hatinya lalai bakan riya’ dalam melaksanakan shalatnya; dia melaksanakan shalat untuk kepentingan duniawi. Na’udzubillah. Sedangkan yang satunya lagi, mendirikan shalat dengan menghadirkan hati dan menginginkan wajah Allah, serta mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Diantara keduanya terdapat perbedaan yang mencolok. Tandanya apa yang terdapat dalam hati, dan dari sanalah Allah memberikan pahala dihari kiamat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia.” (QS. Ath-Thaariq :8-9)

a)      Bahwa suatu amalan itu teranggap dan bernilai di sisi Allah dengan niat yang ikhlash dan baik bukan dari bentuknya. Sehingga yang dihukumi adalah niat dari yang beramal. Jika niatnya ikhlash maka amalan itu amalan yang shalih. Jika niat pelaku amalan itu tidak ikhlash karena Allah maka amalannya itu rusak walaupun bentuknya adalah amalan shalih.

b) Hendaknya seseorang tidak berbangga-bangga dengan banyaknya melakukan amalan shalih namun tidak ikhlash karena itu tidak bernilai di sisi Allah. Seseorang yang berinfak dengan nilai yang sedikit disertai ikhlas  itu lebih baik dari seseorang yang berinfak dengan jutaan atau milyaran rupiah namun itu karena riya'. Sebab, yang pertama tercatat sebagai amalan shalih dan memberatkan timbangan amal pelakunya sedangkan yang kedua tidak.

c)      Kecantikan itu ada dua: yang zhahir (tampak) dan bathin (tersembunyi). Kecantikan batin seperti keimanan, ketakwaan, ilmu, akal yang sehat, kedermawanan, akhlak yang mulia. Inilah yang dilihat oleh Allah dan yang dicintai-Nya. Sehingga keindahan batin itu lebih baik dari keindahan zhahir.

d)      Keindahan zhahir seperti harta dan jasmani itu tidak bernilai dan tidak dilihat oleh Allah kecuali jika digunakan di dalam ketaatan kepada-Nya.

e)       Seorang mukmin yang memiliki kecantikan yang batiniah akan memiliki wibawa dan disenangi manusia sesuai dengan kadar keimanannya. Barangsiapa yang melihatnya akan mencintai dan segan kepadanya walaupun ia berkulit hitam dan tidak tampan atau cantik secara fisik. Dan ini hal yang kita saksikan di lingkungan kita.
Dan sebaliknya jika seseorang memiliki keindahan lahiriah namun berakhlak jelek, pelaku kemaksiatan, dan hal-hal yang terlarang, maka akan dibenci dan tidak memiliki kewibawaan di hadapan orang mukmin.
a. Jika tempat takwa itu di hati maka tidak ada yang bisa menelaahnya kecuali Allah 'Azza wa Jalla. Orang yang menampakkan ketakwaaan secara zhahirnya maka itu yang kita hukumi. Adapun niatnya maka itu antara dirinya dengan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi segala sesuatu.

b.    Sesungguhnya takwa jika telah ada di hati seseorang maka akan tampak buahnya di amalan anggota badannya dengan ia istiqamah dan meninggalkan kemaksiatan. Dan seorang mukmin yang Allah terangi hatinya dengan iman akan tampak cahaya iman di wajahnya dan akan dikenakan rasa cinta dan wibawa di hadapan manusia.

c.      Jika Allah tidak melihat kepada bentuk jasad dan harta seseorang lalu bagaimana kita mengutamakan seseorang dengan sesuatu yang Allah tidak mengutamakannya dengan hal itu? Seperti mengutamakan orang kaya yang fasik dari orang miskin yang shalih. Maka seharusnya kita melihat dan menilai seseorang sebagaimana yang Allah lihat pada seseorang itu yaitu kebaikan amalan-amalan mereka.  
Jika hatimu sehat dan baik, maka bergembiralah dengan kebaikan tetapi jika tidak, maka kamu kehilangan kebaikan, semuanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur. Dan dilahirkan apa yang ada didalam kalbu .” (QS. Al-‘Aadiyaat :9-10)

Tidak ada komentar: