animasi

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Jumat, 25 Agustus 2017

KEUTAMAAN SHALAT 5 WAKTU



Subhanallah walhamdulillahwalhamdulillah




KETAMAAN SHALAT 5  WAKTU





KETAMAAN SHALAT 5  WAKTU



(1) Shalat adalah sebaik-baik amalan setelah dua kalimat syahadat.

Ada hadits muttafaqun ‘alaih sebagai berikut,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ».

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi, “Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  “Lalu apa lagi”, aku bertanya kembali. “Jihad di jalan Allah“, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85)

(2) Shalat lima waktu mencuci dosa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »

“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,

مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهَرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ ». قَالَ قَالَ الْحَسَنُ وَمَا يُبْقِى ذَلِكَ مِنَ الدَّرَنِ

“Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah suangi yang mengalir melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan berkata, “Tentu tidak tersisa kotoran sedikit pun (di badannya).” (HR. Muslim no. 668).

Dua hadits di atas menerangkan tentang keutamaan shalat lima waktu di mana dari shalat tersebut bisa diraih pengampunan dosa. Namun hal itu dengan syarat, shalat tersebut dikerjakan dengan sempurna memenuhi syarat, rukun, dan aturan-aturannya. Dari shalat tersebut bisa menghapuskan dosa kecil -menurut jumhur ulama-, sedangkan dosa besar mesti dengan taubat. Lihat Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin karya Syaikh Musthofa Al Bugho dkk, hal. 409.

( 3) Shalat lima waktu menghapuskan dosa

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233).

(4) Shalat adalah cahaya di dunia dan akhirat

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ

“Siapa yang menjaga shalat lima waktu, baginya cahaya, bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Pada hari kiamat, ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad 2: 169. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Semoga bermanfaat.

Kamis, 24 Agustus 2017

KETAMAAN SELAWAT PADA HARI JUMAT


Perbanyak Shalawat Pada Hari Jumat

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي قال فقالوا يا رسول الله وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت قال يقولون بليت قال إن الله تبارك وتعالى حرم على الأرض أجساد الأنبياء صلى الله عليهم
.
“Hari jumat adalah hari yang paling utama. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu. Karena sesungguhnya shalawat kalian itu sampai kepadaku”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami sampai kepadamu, sementara kelak engkau dikebumikan?”
.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mengharamkan bumi untuk menghancurkan jasad para Nabi shallallahu ‘alaihim” (HR. Abu Daud no. 1047. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahih Al-Jami, 2212)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

أكثروا الصلاة علي يوم الجمعة و ليلة الجمعة ، فمن صلى علي صلاة صلى الله عليه عشرا
.
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari dan malam Jumat. Karena orang yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali” (HR. Al-Baihaqi, 3/249. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Ash-Shahihah, 1407)

Adapun shalawat yang diingkari adalah shalawat yang dikarang-karang serta dibuat-buat oleh orang, dan tidak pernah diajarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam maupun para shahabat serta generasi salafus shalih. Dikarang-karang lafadznya, juga tata-caranya. Para sahabat Nabi, orang yang paling mencintai beliau jauh lebih cinta dari kita semua, mereka tidak pernah mengarang-ngarang shalawat. Mereka bahkan bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam cara bershalawat:
.
"Wahai Rasulullah, tata cara salam terhadapmu, kami sudah tahu. Namun bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?

Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:
.
‘Ucapkanlah: Allahumma Shalli ‘ala Muhammad Wa ‘ala Aali Muhammad, Kamaa Shallaita ‘ala Ibrahim Innaka Hamiidum Majid. Allahumma Baarik ‘ala Muhammad Wa ‘ala Aali Muhammad, Kamaa Baarakta ‘ala Ibraahim, Innaka Hamiidum Majid‘”. (HR. Bukhari 4797)


Rabu, 23 Agustus 2017

Kisah Pertanyaan Putri Imam Ahmad terhadap Imam Syafi'i

Kisah Pertanyaan Putri Imam Ahmad terhadap Imam Syafi'i
Dikisahkan bahwasanya imam Syafi’i suatu hari menziarahi imam Ahmad bin Hanbal di rumahnya, beliau berdua makan malam bersama, kemudian imam Syafi’i tidur di kamar yang sudah disiapkan.

Di pagi harinya putri imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya, “ Wahai ayah, mohon maaf, apa beliau itu imam Syafi’i yang ayah sering memujinya ? “, imam Ahmad menjawab, “ betul wahai putriku, ada apa ? “. “ Maaf ayah, aku perhatikan darinya tiga perkara, pertama saat kami hidangkan makan malam, beliau makan sangat banyak sekali. Ketika beliau masuk kamar, beliau tidak bangun lagi untuk bangun malam. Ketika subuh tiba, beliau tidak wudhu untuk sholat dan langsung sholat tanpa berwudhu dulu “.

Maka imam Ahmad mengutarakan tiga hal itu kepada imam Syafi’i dan didengarkan juga oleh putri imam Ahmad. Maka imam Syafi’i menjawab :

“ wahai Ahmad, aku makan banyak karena aku tahu makananmu dari yang halal, dan engkau adalah orang yang dermawan, sedangkan makanan orang yang dermawan adalah obat dan makanan orang pelit adalah penyakit, maka aku makan bukanlah untuk kenyang, tapi untuk berobat dengan perantara makananmu itu. Dan semalam akuk tidak bangun malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku untuk tidur, tampaklah di hadapanku lembaran-lembaran al-Quran dan Sunnah (maksudnya secara hafalan, red) maka aku dianugerahi oleh Allah dapat menyelesaikan masalah sebanyak 72 masalah dalam ilmu fiqih yang aku berharap dapat membawa manfaat untuk kaum muslimin, maka aku tidak ada kesempatan untuk sholat malam. Adapun aku tidak berwudhu dulu untuk sholat subuh berjama’ah, maka sungguh kedua mataku tadi malam sama sekali tidak tidur, semalaman penuh aku terjaga, maka aku sholat subuh dengan kalian masih menggunakan wudhu isya’ “. ( kitab, Aniisul Mukminin : 80)

Kisah Imam Ahmad dan Istighfar Penjual Roti

Kisah Imam Ahmad dan Istighfar Penjual Roti

Imam Ahmad bin Hanbal ra (murid Imam Syafi'i) dikenal juga sebagai Imam Hanbali. dimasa akhir hidup beliau bercerita, "satu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tau kenapa ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak,".

Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah. Beliau bercerita "saat tiba disana waktu Isya', saya ikut shalat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat". Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid, tiba-tiba marbot masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya "kenapa syaikh, mau ngapain disini?". (kata "syaikh" bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua).

Marbot tidak tau kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat shalih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, cuma namanya sudah terkenal. Kata imam Ahmad "saya ingin istirahat, saya musafir". Kata marbot, "tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid. Imam Ahmad melanjutkan bercerita "saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid.

Lalu saya ingin tidur di teras masjid." Ketika sudah berbaring di teras masjid marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. "Mau ngapain lagi syaikh?" Kata marbot. "Mau tidur, saya musafir" kata imam Ahmad. Lalu marbot berkata, "di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh". Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita " saya didorong-dorong sampai jalanan". Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi. Saat imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh "mari syaikh, anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil".

Kata imam Ahmad "baik". Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir). Penjual roti ini punya perilaku tersendiri, kalau imam Ahmad ngajak ngomong, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, Astaghfirullah. Saat meletakkan garam astaghfirullah, memecahkan telur astaghfirullah, mencampur gandum astaghfirullah. Selalu mengucap istighfar.

Imam Ahmad memperhatikan terus. Lalu imam Ahmad bertanya "sudah berapa lama kamu lakukan ini?". Orang itu menjawab "sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan". Imam Ahmad bertanya : "apa hasil dari perbuatanmu ini?", orang itu menjawab "(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang saya minta ya Allah...., langsung diterima". (memang Nabi saw pernah bersabda :"siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya). Lalu orang itu melanjutkan "semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan".

Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya "apa itu?". Kata orang itu "saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad". seketika itu juga imam Ahmad bertakbir, "Allahuakbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu"..(penjual roti terperanjat, memuji Allah, ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad).

Sumber : manakib imam Ahmad

Dua Hasad Yang Di Bolehkan

Hanya Boleh Hasad pada Dua Orang
Dengki atau hasad –istilah

yang hampir sama- berarti menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Kata Ibnu Taimiyah, “Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” (Amrodhul Qulub wa Syifauha, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 31, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1424 H)

Hasad seperti inilah yang tercela. Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut oleh para ulama dengan ghibthoh. Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Bagaimanakah bentuk ghibtoh atau iri yang dibolehkan? Simak dalam tulisan sederhana berikut ini.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.”
( HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)

Faedah hadits diatas :

( 1 )  Mulianya mempelajari ilmu syar’i (ilmu agama), menempuh berbagai cara untuk memahaminya, juga keutamaan mengajarkannya pada orang lain dalam rangka mengharapkan wajah Allah. Inilah yang menyebabkan seseorang boleh iri (ghibtoh) padanya, artinya ingin seperti itu.

( 2 ) Keutamaan berinfak dari usaha yang halal pada berbagai jalan kebaikan. Contohnya di sini adalah infak untuk pembangunan masjid, madrasah, pencetakan kitab ilmu (seperti kitab tauhid, fiqh, tafsir, dan bantahan untuk hali bid’ah, kitab bahasa Arab), dan jalan kebaikan lainnya.

(3)  Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan pada yang lain. Sedangkan ilmu yang hanya dipelajari saja tanpa diamalkan adalah ilmu yang hanya jadi petaka untuknya, wal ‘iyadzu billah.

( 4 )Harta yang bermanfaat bagi pemiliknya adalah harta yang diperoleh dengan jalan yang halal, lalu disalurkan pada nafkahh yang wajib untuk diri dan keluarga secara ma’ruf (wajar). Harta itu pun disalurkan untuk zakat yang wajib dan sedekah kepada fakir miskin, juga disalurkan untuk menyambung hubungan kerabat.

Selasa, 22 Agustus 2017

Allah Selalu Mengingat Hamba yang Mengingat-Nya


Allah Selalu Mengingat Hamba yang Mengingat-Nya Allah Sesuai Persangkaan Hambanya Ketika hamba semakin dekat pada Allah, maka Allah lebih dekat lagi padanya. Seperti hadits ini membicarakan bagaimana Allah sesuai dengan sangkaan hamba-Nya, yang di mana hal ini menuntut kita supaya selalu husnuzhon pada Allah dalam do’a dan rasa harap.

قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Penjelasan:

Hadits ini adalah hadits qudsi, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala (lafazh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maknanya dari Allah). Hadits ini adalah hadits yang amat mulia di mana berisi perkara mulia yang berkenaan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu berisi pembicaraan sifat-sifat Allah.

Di antara faedah dari hadits di atas:

1. Penetapan bahwa Allah memiliki sifat kalam (berbicara). Sebagaimana hal ini ditunjukkan pada hadits dalam perkataan “يَقُولُ اللَّهُ”.

2. Allah merealisasikan apa yang disangkakan hamba-Nya yang beriman. Sebagaimana hal ini adalah makna “أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى” (Aku sesuai persangkaan hamba pada-Ku).

3. Hadits ini mengajarkan untuk berhusnuzhon (berprasangka baik) pada Allah. Yaitu setiap hamba hendaklah berprasangka pada Allah bahwasanya Dia maha pengampun, begitu menyayangi hamba-Nya, maha menerima taubat, melipatgandakan ganjaran dan memberi pertolongan bagi orang beriman. Berhusnuzhon pada Allah di sini dibuktikan dengan seorang hamba punya rasa harap dan rajin memohon do’a pada Allah.

4. Hadits ini menunjukkan sifat kebersamaan Allah dengan hamba-Nya (ma’iyyatullah). Dan sifat kebersamaan yang disebutkan dalam hadits ini adalah sifat kebersamaan yang khusus.

5. Dorongan untuk berdzikir pada Allah baik dalam keadaan bersendirian dan terang-terangan.Dzikir pada Allah ini bisa dilakukan dengan mengucapkan bacaan

 tasbih(subhanallah),

 tahmid (alhamdulillah),

 tauhid( lailaha ilaha illalah), dan

 takbir (Allahu akbar).

 Jadi lafazh “فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ” (jika ia mengingat-Ku pada dirinya) bukanlah bermakna hamba tersebut mengingat Allah dalam hati tanpa dilafazhkan. Namun maknanya adalah hamba tersebut mengingat Allah dalam keadaan bersendirian tanpa ada yang mengetahui.

6. Allah akan menyebut-nyebut orang yang mengingat-Nya. Jika Allah menyebut-nyebut seperti ini, menunjukkan bahwa sebutan tersebut mengandung pujian dan kasih sayang Allah (rahma Allah) pada hamba tersebut.

7. Balasan sesuai dengan amalan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Hal ini dibuktikan pada ayat Al Qur’an,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu” (QS. Al Baqarah: 152).

 Dalam hadits di atas dibuktikan pula dalam lafazh,

فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”

Juga dalam lafazh,

وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.”

8. Allah menyebut-nyebut hamba-Nya dengan kalam yang ia perdengarkan pada para malaikat yang Dia kehendaki. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam lafazh hadits,

ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“…, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”

Juga dikuatkan dalam hadits shahih lainnya,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ

“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia.” (HR. Bukhari no. 7485 dan Muslim no. 2637).

9. Hadits ini menunjukkan dekatnya hamba pada Allah dan dekatnya Allah pada hamba-Nya.

10. Di antara nama Allah adalah: Al Qoriib Al Mujiib (Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan). Allah Ta’ala menyebutkan mengenai nabi-Nya, Sholih ‘alaihis salam,

فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

“Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbmu amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)” (QS. Hud: 61). Sifat Allah dekat sebagaimana sifat Allah lainnya. Sifat ini tidaklah sama dengan kedekatan makhluk dan tidak diketahui kaifiyah (cara) kedekatan Allah tersebut.

11. Kedekatan Allah pada hamba itu bertingkat-tingkat. Ada hamba yang Allah lebih dekat padanya lebih dari yang lain.

12. Kedekatan hamba pada Allah bertingkat-tingkat pula. Ada hamba yang begitu dekat pada Allah lebih dari yang lain.

13. Kedekatan Allah didekati dengan penyebutan sesuatu yang terindra seperti dengan jengkal, hasta dan depa. Namun ini cuma secara maknawi yang menunjukkan Allah itu dekat.

14. “Harwalah” yang disebutkan dalam hadits bermakna berjalan cepat. Dari konteks hadits menunjukkan bahwa jika hamba dekat pada Allah, maka Allah akan semakin dekat pada hamba

Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah untuk semakin dekat dengan-Nya dan selalu mengingat-Nya di kala sendirian maupun di kumpulan orang banyak. Wallahu waliyyut taufiq.

(*) Faedah tauhid di sini adalah kumpulan dari faedah pelajaran tauhid bersama Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir Al Barrok hafizhohullah. Beliau seorang ulama senior yang sangat pakar dalam akidah. Beliau menyampaikan pelajaran ini saat dauroh musim panas di kota Riyadh di Masjid Ibnu Taimiyah Suwaidi (29 Rajab 1433 H). Pembahasan tauhid tersebut diambil dari kitab Shahih Bukhari yang disusun ulan oleh Az Zubaidi dalam Kitab At Tauhid min At Tajriid Ash Shoriih li Ahaadits Al Jaami’ Ash Shohih.


Sumber : rumaysho.com